SUMMARY/ABSTRACT
Pada awalnya adalah “kata.” Ya,
hiruk-pikuk diskursus tentang apa pun di dunia ini yang tidak jaran berakhir
dengan disensus (ketidaksepakatan) hingga skisme pemikiran dan konflik kekerasan
pada mulanya berawal dari penggunaan kata dalam merepresentasikan keyakinan
atau kebenaran. Penghadiran keyakinan atau kebenaran dilakukan melalui
tahapan-tahapan; dari kata berkembang menjadi frasa, dari frasa menjadi
diskursus yang pada akhirnya mengkristal menjadi sebuah – meminjam Arkoun – “logosentrisme[1].”
Derrida menegaskan bahwa