Mohon Maaf, Artikel dalam Blog Ini Akan Kami Lanjutkan Pada Blog Kami Lainnya. Bagi Anda yang Berkenan Membaca Artikel Ekonomi Islam, Mari Berkunjung di artikelekis.blogspot.com. Blog Baru Kami, Insy akan Difokuskan untuk Membahas Seputar Ekonomi Islam. Mulai Saat Ini, Blog Ini Tidak Akan Kami Update.
Saturday, February 4, 2012

Hadist : Antara Manusi, Sesama dan Tuhan


Pendahuluan
Tujuan utama diciptakannya umat manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada penciptanya[1]. Ada ibadah yang secara langsung telah diperintahkan dan diatur dalam teks suci, ada pula ibadah-ibadah yang bersifat aktualisasi nilai-nilai universal yang secara teknis tidak diatur dengan jelas dalam teks suci (muamalah). Secara garis besar, pola hubungan manusia bisa dibagi menjadi dua yaitu hubungan antara manusia dengan tuhannya (hablu minallah) dan pola hubungan an
tar sesama manusia (hablu minannaas).
“barang siapa yang ingin meraih kesuksesan di dunia maka raihlah dengan ilmu, barang siapa yang ingin meraih kesuksesan di akhirat maka raihlah dengan ilmu, dan barang siapa yang ingin meraih kesuksesan keduanya maka raihlah dengan ilmu”. Dari riwayat tersebut, jelas manusia memiliki aturan main yang harus dipahami agar bisa meraih kesuksesan, yang pada akhirnya diterjemahkan sebagai ilmu. Diantara sekian banyak kesuksesan, keseimbangan antara urusan akhirat dengan dunia bisa jadi merupakan bagian dari kesuksesan tersebut. Sebagai makhluk, manusia tentu harus mematuhi sunatullah yang ditetapkan pencipta-Nya. Walaupun manusia memiliki fikiran yang bisa saja membawa mereka kemanapun karena fikiran bersifat bebas, Akan tetapi kebebasan dalam kaca mata Islam tentu berbeda dengan kebebasan yang biasa dilakukan orang yang tidak memiliki aturan. Kebebasan jangan sampai memperdayakan[2]. Kuntowijoyo mengartikan kebebasan tersebut sebagai kebebasan dalam berbisnis[3]. Orang yang mampu memahami aturan main kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya maka dia akan tergolong sebagai orang yang sukses.
Yang menjadi persoalan adalah ketika ada saat dimana kita harus memenuhi kewajiban sebagai hamba kepada tuhannya, dan pada saat yang sama kita tergoda oleh hal-hal yang bersifat muamalah. Bagaimana kita harus mensikapi persoalan tersebut? Mana yang harus kita prioritaskan? Untuk mensikapi permasalahan tersebut, hadits riwayat Bukhari mungkin bisa memberikan gambaran yang jelas.
حَدَّثَنَا طَلْقُ بْنُ غَنَّامٍ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ سَالِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَتْ مِنْ الشَّأْمِ عِيرٌ تَحْمِلُ طَعَامًا فَالْتَفَتُوا إِلَيْهَا حَتَّى مَا بَقِيَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا فَنَزَلَتْ { وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا }

“Telah menceritakan kepada kami [Tholq bin Ghonnam] telah menceritakan kepada kami [Za'idah] dari [Hushain] dari [Salim] berkata, telah menceritakan kepada saya [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Ketika kami sedang shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datang rombongan dagang dari negeri Syam yang membawa makanan. Maka orang-orang melirik (dan berhamburan pergi) mendatangi rambongan tersebut, hingga tidak ada orang yang tersisa bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kecuali hanya dua belas orang. Maka turunlah ayat ini (QS. Al Jumu'ah ayat 12) yang artinya.: ("Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, maka mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan kamu ketika kamu sedang berdiri menyampaikan berkhuthbah".

Pembahasan Imam Bukhari
Hadits tersebut diriwatkan oleh Imam Bukhari. Seorang muhaddist yang sangat terkenal kredibilitasnya dalam menghimpun hadits. Imam Bukhari memiliki nama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawal 194 H[4]. Beliau lahir di Bukhara dan besar di keluarga yang kental dengan keilmuan. Ayahnya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh ibunya dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Ayah imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya; “Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat.” Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Kecerdasan dan kejeniusan Bukhari Nampak semenjak kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, sedikit sekali orang yang memiliki kelebihan seperti dirinya pada zamannya tersebut.
Dia tidak puas dengan hanya menyimak hadits dari penduduk negrinya, sehingga tidak terelakkan lagi bagi dirinya untuk mengadakan dalam rangka menuntut ilmu, dia berkeliling ke negri-negri Islam. Dan pertama kali dia mengadakan perjalanannya adalah pada tahun 210 hijriah, yaitu ketika umurnya menginjak 16 tahun, pada tahun kepergiannya dalam rangka menunaikan ibadah haji bersama dengan ibundanya dan saudara tuanya.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah sebagai berikut;
1.    Khurasan dan daerah yang bertetangga dengannya
2.    Bashrah
3.    Kufah
4.    Baghdad
5.    Hijaz (Makkah dan Madinah)
6.    Syam
7.    Al Jazirah (kota-kota yang terletak di sekitar Dajlah dan eufrat)
8.    Mesir
Guru-guru beliau. Imam Bukhari berjumpa dengan sekelompk kalangan atba’ut tabi’in muda, dan beliau meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana beliau juga meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau bertutur: aku telah menulis dari sekitar seribu delapan puluh jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadits. Guru-guru imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya;
1.    Abu ‘Ashim An Nabil
2.    Makki bin Ibrahim
3.    Muhammad bin ‘Isa bin Ath Thabba’
4.    Ubaidullah bin Musa
5.    Muhammad bin Salam Al Baikandi
6.    Ahmad bin Hambal
7.    Ishaq bin Manshur
8.    Khallad bin Yahya bin Shafwan
9.    Ayyub bin Sulaiman bin Bilal
10. Ahmad bin Isykab
11. Dan masih banyak lagi

Persaksian para ulama terhadap beliau. Sangat banyak sekali para ulama yang memberikan kesaksian atas keilmuan imam Bukhari, diantara mereka ada yang dari kalangan guru-gurunya dan teman-teman seperiode dengannya. Adapun periode setelah meninggalnya bukhari sampai saat ini, kedudukan imam Bukhari selalu bersemayam di dalam relung hati kaum muslimin, baik yang berkecimpung dalam masalah hadits, bahkan dari kalangan awwam kaum muslimin sekali pun memberikan persaksian atas keagungan beliau. Di antara para tokoh ulama yang memberikan persaksian terhadap beliau adalah;
1.    Abu Bakar ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma’il.”
2.    ‘Abdan bin ‘Utsman Al Marwazi berkata; ‘aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.’ Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari
3.    Qutaibah bin Sa’id menuturkan; ‘aku duduk bermajelis dengan para ahli fikih, orang-orang zuhud dan ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah melihat semenjak aku dapat mencerna ilmu orng yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia adalah sosok pada zamannya seperti ‘Umar di kalangan para sahabat. Dan dia berkata; ‘ kalau seandainya Muhammad bin Isma’il adalah seorang sahabat maka dia merupakan ayat.
4.    Ahmad bin Hambal berkata; Khurasan tidak pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.
5.    Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair menuturkan; kami tidak pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ism’ail
6.    Bundar berkata; belum ada seorang lelaki yang memasuki Bashrah lebih mengetahui terhadap hadits dari saudara kami Abu Abdillah.
7.    Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma’il, juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya.”
8.    Muslim (pengarang kitab Sahih) berkata ketika Bukhari menyingkap satu cacat hadits yang tidak di ketahuinya; “Biarkan saya mencium kedua kaki anda, wahai gurunya para guru dan pemimpin para ahli hadits, dan dokter hadits dalam masalah ilat hadits.”
9.    al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan lautan tak bertepi.”

Hasil karya beliau.
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
1.    Al Jami’ as Sahih (Sahih Bukhari)
2.    Al Adab al Mufrad.
3.    At Tarikh ash Shaghir.
4.    At Tarikh al Awsath.
5.    At Tarikh al Kabir.
6.    At Tafsir al Kabir.
7.    Al Musnad al Kabir.
8.    Kitab al ‘Ilal.
9.    Raf’ul Yadain fi ash Shalah.
10. Birru al Walidain.
11. Kitab al Asyribah.
12. Al Qira`ah Khalfa al Imam.
13. Kitab ad Dlu’afa.
14. Usami ash Shahabah.
15. Kitab al Kuna.
16. Al Hbbah
17. Al Wihdan
18. Al Fawa`id
19. Qadlaya ash Shahabah wa at Tabi’in
20. Masyiikhah



Pembahasan Sanad Hadits
حَدَّثَنَا طَلْقُ بْنُ غَنَّامٍ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ سَالِمٍ قَالَ حَدَّثَنِي جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَتْ مِنْ الشَّأْمِ عِيرٌ تَحْمِلُ طَعَامًا فَالْتَفَتُوا إِلَيْهَا حَتَّى مَا بَقِيَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا فَنَزَلَتْ { وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا }
Dari sanad yang ada dalam hadits ini, rowi yang meriwayatkan sebelum sampai pada muhaddits berjumlah 5 orang. Yang pertama meriwayatkan adalah Jaabir, lalu diriwayatkan ke Saalim, ke Husen, ke Ja’idah, ke Tolaq, dan sampailah kepada muhaddits yaitu Bukhori.
Kualifikasi rowi tersebut diambil dari kitab Mausu’ah al Hadits al Syarif versi software. Tingkatan qulitas rowi terdiri dari 12 warna, dan tiap-tiap warna mencerminkan kualitas sesuai dengan qualifikasi yang ada dalam teori-teori ilmu hadits. Tingkatan pertama adalah Shahabat, sebagai mana kita ketahui bahwa seluruh rowi yang berada pada masa sahabat di sepakati sebagai orang yang dapat dipercaya. Sehingga tidak diragukan lagi kredibilitasnya sebagai periwayat hadits. Pada level ini, diwakili dengan warna putih. Yang kedua adalah level yang disebut dengan istilah “ثقة ثقة أو ثقة حافظ”. Secara bahasa “ثقة” memiliki arti kepercayaan, atau bisa dimaknai sebagai orang yang dapat dipercaya. Kemudian “حافظ” secara bahasa memiliki arti memperhatikan, mementingkan, memelihara dengan baik. Level ini diwakili dengan warna putih tulang. Ketiga diistilahkan dengan “ثقة أو متقن أو عدل”. Kata “ثقة” artinya orang yang dapat dipercaya, kemudian “ متقن” memiliki arti yang mengerjakan dengan sempurna, dan “عدل” memiliki arti berbuat adil. Serta Sembilan tingkatan lainnya yang tidak bisa dibahas dalam makalah ini.
Tingkatan kualitas rowi tersebut disusun berdasarkan yang paling kuat hingga kepada yang paling lemah, bahkan sampai tingkatan rowi yang suka memalsukan hadits. Berdasarkan pada tingkatan kualitas rowi yang ada dalam mausu’ah tersebut, penulis menyimpulkan bahwa hadits tersebut memiliki qualitas yang bagus. Karena rowi-rowi yang meriwayatkan hadits tersebut diklasifikasikan sebagai rowi yang memiliki kualitas yang baik, bahkan tertinggi.

Klasifikasi Hadits Berdasarkan Jumlah Sanad
Hadits ini digolongkan hadits mutawatir karena banyak yang meriwayatkan. Mutawatir dalam Lidwa (Lembaga Ilmu Dakwah & Publikasi Sarana Keagamaan) memiliki arti Hadits yang diriwayatkan oleh sekumpulan orang yang mustahil mereka sepakat berdusta menurut adat dan mereka menyandarkannya kepada sesuatu yang nyata[5]. Dari pengertian di atas, dipahami bahwa hadits ini bisa digolongkan sebagai hadits mutawatir karena diriwayatkan oleh sekumpulan orang yang mustahil mereka sepakat berdusta menurut adat dan mereka menyandarkan-nya kepada sesuatu yang nyata. Akan tetapi, ada referensi lain yang mengkhusus-kan bahwa yang dimaksud mutawatir disini adalah pada tataran sahabat. Jika pada tataran sahabat tidak banyak yang meriwayatkan, maka sebanyak apapun rowi dibawahnya tetap tidak bisa disebut hadits mutawatir. Menurut Prof. Drs. H. Endang Soetari AD., M.Si., dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hadits Kajian Riwayah & Dariyah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hadits mutawatir adalah khabar yang didasarkan pada panca indera yang dikhabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk mengkhabarkan berita itu dengan dusta[6]. Salah satu syaratnya adalah adanya keseimbangan jumlah rawi di awal sanad, dipertengahan dan selanjutnya, dalam bidang mutawatir.
Dalam kitab shahih Bukhari terdapat 5 hadits dengan rowi yang berbeda. Kualitas hadits berdasarkan sanadnya pun berbeda-beda satu sama lainnya. Ada yang memiliki sanad yang kuat, disisi lain ada yang memiliki sanad yang lemah. Akan tetapi, kebanyakan hadits memiliki sanad yang kuat, sehingga hadits yang memiliki sanad yang lemah akan menjadi kuat (shahih li goirihi) dengan adanya hadits lain yang  sama tetapi sanad yang berbeda dan lebih kuat.
Total hadits di seluruh kitab hadits yaitu sebanyak 16 hadits[7]. Dengan banyaknya rowi, maka kekuatan hadits menjadi lebih teruji karena dalam ilmu hadits dikatakan bahwa jika banyak orang yang meriwayatkan, maka tidak mungkin ada kesepakatan untuk berbohong dalam meriwayatkan hadits.
Menurut pandangan penulis, hadits ini bisa digolongkan sebagai hadits yang memiliki predikat hadits shahih lidzatih. Maksudnya adalah hadits yang sohih karena kekuatan sanad hadits itu sendiri. Keshahihannya semakin kuat dengan banyaknya rowi lain yang meriwayatkan hadits yang sama.
Periwayatan hadits terdiri dari dua jenis, yaitu periwayatan hadits bil ma’na, dan periwayatan hadits bil lafdi. Periwayatan bil ma’na adalah cara meriwayatkan hadits dengan memperhatikan maknanya saja, sementara redaksinya dibuat oleh rowi yang meriwayatkan. Dalam hal ini, walaupun secara lafad boleh tidak sama akan tetapi memiliki kandungan makna yang sama. Periwayatan bil lafdi ialah cara meriwayatkan hadits, tanpa merubah susunan redaksinya.
Dalam kasus ini, periwayatannya berdasarkan pada ma’na hadits atau dengan kata lain hadits bil ma’na.
Dilihat dari segi sumbernya, periwayatan hadits paling tidak digolongkan kedalam tiga jenis. Pertama hadits qouli, maksudnya adalah hadits yang disandarkan kepada perkataan nabi. Kedua hadits fi’li, maksudnya adalah hadits yang disandarkan kepada perbuatan nabi. Ketiga hadits takriri, maksudnya adalah hadits yang disandarkan kepada pembiaran/kesepakatan nabi. Dilihat dari sumbernya, penulis memahami bahwa hadits ini merupakan hadits fi’li karena ini merupakan sebab-sebab turunnya Al Qur’an Surat Al Jumu’ah(62) Ayat 11. Suatu saat ketika rosulullah sedang menunaikan shalat jum’at, datang rombongan pedagang dari negeri syam yang membawa makanan. Lalu Jemaah langsung melirik dan berhamburan mendatangi rombongan dagang tersebut hingga tersisa jema’ah sebanyak 12 orang bersama nabi.
Ini merupakan kejadian yang melatar belakangi turunnya Q.S. Al Jumu’ah (62) : 11. Dari kejadian itu, banyak orang yang meriwayatkan kejadian tersebut sehingga muncullah hadits ini. Dengan pertimbangan inilah, penulis mengklasifikasikannya sebagai hadis fi’liyah.

Pembahasan Matan Hadits
Yang menjadi matan dalam hadits tersebut adalah;
بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَتْ مِنْ الشَّأْمِ عِيرٌ تَحْمِلُ طَعَامًا فَالْتَفَتُوا إِلَيْهَا حَتَّى مَا بَقِيَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا فَنَزَلَتْ { وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا }
"Ketika kami sedang shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datang rombongan dagang dari negeri Syam yang membawa makanan. Maka orang-orang melirik (dan berhamburan pergi) mendatangi rambongan tersebut, hingga tidak ada orang yang tersisa bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kecuali hanya dua belas orang. Maka turunlah ayat ini (QS. Al Jumu'ah ayat 11) yang artinya.: ("Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, maka mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan kamu ketika kamu sedang berdiri menyampaikan berkhuthbah".
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, hadits ini merupakan hadits mengenai latar belakang turunnya Q.S Al Jumu’ah (62) : 11. Hadits ini menerangkan suatu kondisi dimana ketika Rosulullah sedang berkhutbah kemudian ada jema’ahnya meninggalkan khutbah dikarenakan ada rombongan pedagang dari kota Syam yang membawa barang dagangan serta makanan. Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa jemaahnya meninggalkan hingga yang tinggal hanya 12 orang yang masih men-dengarkan khutbah beliau. Dengan adanya kejadian ini, maka Allah menurunkan ayat;
#sŒÎ)ur (#÷rr&u ¸ot»pgÏB ÷rr& #·qølm; (#þqÒxÿR$# $pköŽs9Î) x8qä.ts?ur $VJͬ!$s% 4 ö@è% $tB yZÏã «!$# ׎öyz z`ÏiB Èqôg¯=9$# z`ÏBur Íot»yfÏnF9$# 4 ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%꧍9$# ÇÊÊÈ
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki”. (Q.S. Al Jumu’ah 62 : 11)
Sumber mata pencaharian orang Arab seperti yang kita ketahui adalah perniagaan pada saat itu. Mereka sangat mudah tertarik pada kegiatan-kegiatan yang berbau perniagaan. Ayat ini menjelaskan bahwa perniagaan tidaklah lebih baik dari pada Allah sebagai pemberi rizki.

Simpulan
Dari berbagai referensi yang telah dibahas, maka hadits nomor 1917, yang di ambil dari kitab shahih bukhari merupakan hadits yang shahih lidzatih, dengan memperhatikan kialitas rawi yang meriwayatkan hadits tersebut, ditambah dengan banyaknya riwayat lain yang memiliki makna sama dengan hadits ini. Hadits ini merupakan hadits mengenai asbabunnuzul sebuah ayat Al Qur’an, tepatnya Q.S. Al Jumu’ah 62 : 11. Hadits ini menerangkan suatu kondisi dimana ketika Rosulullah sedang berkhutbah kemudian ada jema’ahnya meninggalkan khutbah dikarenakan ada rombongan pedagang dari kota Syam yang membawa barang dagangan serta makanan. Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa jemaahnya meninggalkan hingga yang tinggal hanya 12 orang yang masih men-dengarkan khutbah beliau. Dengan adanya kejadian ini, maka Allah menurunkan tersebut.
Wallahu’alambissawaaf…






Sumber Bacaan

Digital Al Qur’an v.3.1
Endang Soetari. Ilmu Hadits Kajian Riwayah & Dirayah. Bandung : Amal Bakti Press. 2000.
Kamus Bahasa Arab v.2.0
Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2007.
Maushu’ah Al Hadits Al Syarif
Maktabah Syamilah


[1] Q.S. Adz Dzaariyat 51 : 56
[2] Q.S Ali ‘Imran (3): 196
[3] Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2007. Hal. 5
[5] http://www.lidwa.com/category/blog/dasar-ilmu-hadits/
[6] Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah & Dirayah, Bandung : Amal Bakti Press, 2000, hlm. 91.
[7] Pohon Sanad dilampiran

 
;